Dalam Pembukaan UUD 1945 dinyatakan dengan gamblang, "Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."
Kalimat ini kerap diperdengarkan di upacara bendera sekolah-sekolah atau apel di dinas maupun suku dinas pemerintahan daerah. Semua orang sepakat dan tak menampik ide tersebut. Perbudakan atau penjajahan tak bisa diterima oleh nalar manusia, apalagi masyarakat modern yang semakin melek teknologi dan terasah empatinya. Manusia merdeka harus terwujud di mana-mana, tanpa membedakan suku, agama, ras, maupun letak geografis mereka.
Sayangnya, 'penjajahan' dalam bentuk lain ternyata masih terjadi di sekitar kita. Lihatlah selama kampanye pilpres tahun ini yang begitu sengit dan diwarnai oleh tersebarnya hoaks yang saling menyerang dengan data atau fakta yang kadang dimanipulasi. Semua demi mengunggulkan paslon pilihan tak peduli itu mencederai demokrasi atau merendahkan harkat lawan. Alih-alih pesaing, lawan dianggap musuh -- dan ini tidak sehat sebab yang tumbuh bukanlah spirit debat melainkan kesumat.
Hari Kusta Sedunia 2024 bawa harapan bagi pasien kusta dan OYPMK. (freepik.com/5m assets) |
Tersisih secara sosial, mandul secara finansial
Di ranah kesehatan pun tak terlepas dari perilaku diskriminatif yang merugikan. Misalnya yang dialami para pasien kusta atau OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta). Ibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga. Selain sedih karena harus terkena penyakit tak terduga, mereka harus merasa tertekan akibat pandangan sinis masyarakat sekeliling. Nahasnya, asumsi itu tak jarang memuncak menjadi stigma negatif yang membuat penderita kusta atau OYPMK tersisih dari pergaulan sosial.
Padahal ketika mereka termarginalkan dalam pergaulan, lambat laun mereka akan kehilangan kesempatan ekonomi karena sulit bekerja di mana pun kendati sudah sembuh dari kusta. Tragedi kian parah kalau pasien kusta malu berobat dan akhirnya berujung pada kecacatan permanen yang juga berbahaya. Kondisi difabilitas inilah yang harus dicegah, salah satunya dengan kolaborasi dan gerakan kolektif berbasis kepedulian.
Fakta di lapangan menunjukkan hal yang masih mengkhawatirkan. Menurut data yang dirilis oleh WHO, Indonesia masih berada di peringkat ketiga dalam kasus kusta terbanyak di dunia setelah India dan Brasil. Maka peringatan Hari Kusta Sedunia atau World Leprosy Day (WLD) menjadi relevan untuk dibicarakan sebagai upaya pencegahan menuju kemajuan. WLD diadakan sekali setahun, biasanya pada pekan terakhir bulan Januari yang tahun ini jatuh pada 28 Januari 2024.
Harapan lewat peringatan tahunan
Lewat peringatan tersebut, publik diharapkan bisa tergugah untuk meningkatkan kesadaran mereka bahwa ancaman kusta bagi penderitanya maupun OYPMK itu nyata, bukan teori belaka. Bukankah miris jika pembangunan digencarkan di mana-mana sementara pasien kusta dan OYPMK malah tak mampu menikmati hasil kemajuan negara karena diskriminasi sosial maupun kondisi disabilitas yang tak diinginkan?
Dengan WLD 2024, kita optimistis bahwa publik semakin teredukasi tentang penyakit kusta dan bahwa kusta bisa disembuhkan sepenuhnya asal pasien menjalani pengobatan sesuai anjuran dokter. Jangan sampai rendahnya kepercayaan diri OYPMK akibat kondisi fisik atau masa lalu mereka menyebabkan terampasnya hak ekonomi yang berdampak pada munculnya kemiskinan baru dan berjenjang.
Peringatan Hari Kusta Sedunia adalah momentum untuk menggaungkan kembali bahwa stigma negatif dan tindakan diskriminasi terhadap para pasien kusta dan OYPMK harus dihentikan seketika. Caranya dengan terus menyuarakan kampanye edukasi yang meliputi aspek medis, sosial, dan pengalaman OYPMK yang telah pulih. Harapannya, masyarakat akan mampu menerima OYPMK dengan leluasa setelah mereka memperoleh wawasan terkait kusta secara valid dan lengkap.
Kebetulan KBR kembali menghelat Ruang Publik dalam bentuk Youtube live streaming yang mengangkat isu ini. Saya senang sekali ikut menyaksikan diskusi bergizi selama satu jam, sejak pukul 09.00 hingga 10.00 pagi pada 30 Januari 2024 pekan lalu. Rizal Wijaya yang bertindak sebagai host pagi itu menginformasikan bahwa peringatan Hari Kusta Sedunia secara online itu merupakan bagian dari rangkaian SUKA (Suara Indonesia untuk Bebas Kusta). Dalam event ini ada dua narasumber yang dihadirkan, yaitu Agus Wijayanto MMID sebagai Direktur Eksekutif NLR Indonesia dan Hana Krismawati, M. Sc yang merupakan Pegiat Kusta dan Analis Kebijakan (Pusat Sistem dan Strategi Kesehatan - Minister Office).
Kuncinya adalah Unity
Untuk tema, Kementerian Kesehatan Indonesia mengikuti tema global yang sudah dicanangkan, yaitu Beat Leprosy, Unity, Act and Eliminate. Pesan yang mau disampaikan tentu saja bahwa kita ingin agar bisa benar-benar mengeliminasi kusta ini. Kita membantu penyandang kusta untuk bisa sembuh dan mengeliminasi kusta dari seluruh dunia.
Hana optimistis kusta bisa dieliminasi dari Indonesia |
Kebijakan yang terarah
Sinergi dan kolaborasi
Sebenarnya selain pemerintah, kita juga mengajak perguruan tinggi sebagai mitra strategis. Kita ingin semua pihak terlibat, termasuk media. Makanya KBR ini adalah teman kita karena di lapangan masih ada stigma dan persepsi. Itu karena kurangnya informasi. Maka semakin luas tersebar informasi bahwa kusta tidak mudah menular, maka masyarakat kian paham. Dalam hal ini media seperti KBR sangat penting.
0 Comments