Menanam Harapan, Memanen Perubahan: Kisah Maya Hidupkan Ekonomi Hijau di Mojokerto

Di tengah hawa sejuk Pacet, Mojokerto, aroma tanah lembap berpadu dengan semerbak sayuran segar dari kebun organik. Di sanalah Maya Stolastika Boleng menanam bukan hanya bibit sayur, tetapi juga harapan—bagi bumi agar tetap lestari dan bagi masyarakat desa yang memetik manfaat darinya.

Perempuan muda asal Flores Timur ini memilih jalan yang tak biasa. Saat teman-teman seangkatannya di Universitas Negeri Surabaya sibuk mengejar karier di kota, Maya justru menapaki jalan pulang, yaitu menyusuri tanah pedesaan, mengajak petani belajar bertani dengan cara yang lebih sehat dan lestari.

Optimistis bantu petani lokal dan lestarikan bumi (Dok. Maya Stolastika Boleng)

Dari kelas yoga ke kebun organik

Kecintaan Maya pada pertanian organik berawal dari tempat yang tak terduga: kelas yoga. Di ruang hening itu, ia belajar tentang keseimbangan hidup. Dari ruang yang sunyi kesadaran itu pun tumbuh. Ia mulai bertanya pada dirinya sendiri: bagaimana manusia bisa hidup seimbang jika bumi tempat berpijaknya kian rusak akibat keserakahan?

Pertanyaan itu membawanya ke Claket, sebuah desa di lereng Pacet, Jawa Timur. Di sana ia bertemu seorang biarawati yang dengan sabar mengajarinya bertani secara organik. Sejak 2008, Maya mulai belajar, mencoba, dan akhirnya jatuh cinta pada tanah—dalam pengertian sesungguhnya.

Namun, cinta pada tanah ternyata tidaklah cukup. Ketika pada 2017 ia mengajak para petani untuk beralih ke pertanian organik, hanya lima dari 40 orang yang mau mencoba. Selebihnya menolak, menganggap cara Maya terlalu rumit dan hasilnya tak secepat pupuk kimia.

Maya tidak menyerah. Ia tahu, perubahan tak bisa tumbuh dalam semalam. Ibarat benih yang butuh waktu untuk menembus tanah, maka ia bergeming dalam gelora semangat.

“Saya hanya ingin berkontribusi pada lingkungan,” katanya lirih tetapi tegas. “Kalau tanahnya sehat, hidup kita pun akan lebih sehat.”

Dari resisten menuju panen

Keteguhan hati Maya akhirnya berbuah. Perlahan, hasil panen organik mulai berbicara. Sayurannya segar, rasanya lebih manis, dan laku di pasaran. Melalui Kelompok Tani Madani yang ia dirikan pada 2017, Maya menanamkan satu hal yang lebih penting dari sekadar benih: kepercayaan diri petani.


Turun tangan untuk lakukan perubahan (Dok. jabar.viva.co.id)

Keuletan Maya lantas memantik lahirnya dua kelompok baru, yaitu Kelompok Tani Swadaya yang fokus menggarap blackberry dan raspberry, lalu ada Kelompok Mia Tani yang berkonsentrasi pada stroberi. Namun semuanya berakar pada prinsip yang sama: tanpa pestisida, tanpa pupuk kimia, hanya kebaikan alam yang dikembalikan ke bumi.

Selain memanfaatkan pupuk kandang dan kompos, Maya juga melatih para petani menanam bunga tertentu sebagai pengusir hama alami. Di tangan Maya, pertanian bukan lagi sekadar urusan panen atau keuntungan ekonomi, tetapi juga tentang harmoni ekosistem dan ketenangan hati.

Waktu lama, tapi istimewa

Bertani organik jelas menuntut kesabaran. Sebagai contoh, wortel yang ditanam secara konvensional bisa dipanen dalam tiga bulan, sementara versi organiknya butuh waktu dua kali lipat. Namun hasilnya sangat sepadan. Tanah lebih subur, air lebih bersih, dan sayurannya lebih bernutrisi.

Maya sadar bahwa nilai sejati tidak hanya diukur dari waktu panen, tetapi dari sisi keberlanjutan. Alih-alih lewat tengkulak, Maya memilih menjual produknya langsung kepada konsumen lewat Twelve’s Organic, merek yang ia kibarkan bersama para petani muda.

Pemasaran dilakukan lebih banyak melalui WhatsApp, di mana mereka melayani 90 pelanggan setia, di antaranya dua supermarket dan dua restoran di Surabaya.

Konsumen juga bisa datang langsung ke kebun untuk memetik sendiri sayuran yang diinginkan, lalu menimbang, membayar, dan membawa pulang kesegaran yang masih basah oleh embun. Sebuah pengalaman yang disebut Maya sebagai fresh market from the garden, pasar segar yang sesungguhnya.

Maya ajak petani untuk percaya diri dan mampu berdiri di atas kaki sendiri (Dok. hidupkatolik.com)

Dari gerak tersebar dampak

Purwati, wanita 44 tahun yang merupakan anggota Kelompok Tani Madani, mengaku kehidupannya berubah sejak mengenal Maya dan pola pertaniannya.

“Uang hasil jual sayuran bisa buat kebutuhan sehari-hari, juga uang jajan anak,” ujarnya seraya tersenyum.

Purwati mengaku senang bisa berkebun organik di rumahnya. Maya kian semringah sebab langkah Purwati kemudian diikuti oleh para tetangga yang menyadari betapa menguntungkan kebun secara organik.

Perjalanan Maya tentu tak semulus gugusan daun selada di kebunnya. Ia pernah menolak tawaran kerja dari perusahaan Jerman setelah lulus kuliah tahun 2011 demi tetap bertani di desa. Keputusan itu membuat orang tuanya sempat ragu, tapi akhirnya mendukung.

Kini, Maya tak hanya menghasilkan sayur, tapi juga menghimpun pengetahuan. Mahasiswa dari berbagai kampus datang untuk bisa magang di kebunnya, belajar tentang pertanian berkelanjutan dan etika ekologis.

Menanam harapan, memanen perubahan

Atas dedikasi dan konsistensinya, PT Astra International, Tbk menganugerahkan SATU Indonesia Awards (SIA) kepada Maya pada tahun 2019 untuk kategori lingkungan. Sebuah penghargaan yang bukan simbol semata, tetapi juga pengakuan bahwa apa yang ia tanam telah menebar manfaat nyata bagi banyak orang, terutama warga desa di Pacet.

Namun bagi Maya, penghargaan terbesar bukanlah piala atau sorotan media, melainkan senyum para petani saat memanen buah atau sayuran segar dengan penuh kesyukuran sebagai bagian dari gerak yang terus menular secara positif.

Kisah Maya Stolastika Boleng adalah kisah tentang keberanian untuk berbeda, tentang keteguhan seorang perempuan yang percaya bahwa perubahan besar bisa tumbuh dari tangan kecil yang kotor oleh tanah. Juga tentang membangun mimpi dalam ruang sunyi.

Ia mengingatkan kita bahwa kesuksesan tidak datang dalam sekejap. Seperti benih yang perlu disirami, dijaga, dan ditunggu, kerja keras pun butuh waktu. No pain, no gain, begitu pepatah Inggris berkata. Dari pain berupa penolakan, Maya terus bekerja untuk mengajak petani setempat yang akhirnya berkenan mengadopsi pertanian organik dan memperoleh gain istimewa.

Hasilnya bukan semata berupa kilau rupiah, karena harga sayuran organik lebih mahal, tetapi dampak nyata yang menyatukan mereka dalam kesadaran sebagai makhluk Tuhan yang dibesarkan oleh alam sehingga sudah semestinya merawat dan melestarikannya.

Maya telah membuktikan bahwa setiap tetes keringat akan menumbuhkan hasil. Dari kebun-kebun organik di Mojokerto, ia menumbuhkan lebih dari sayuran. Ia menumbuhkan masa depan yang lebih hijau bagi Indonesia. Dari harapan yang ditanam, ia memanen perubahan berarti dengan cara sederhana.




#APA2025-PLM

Post a Comment

0 Comments